oleh Hasan al-Jaizy
Yang
perlu kita perhatikan bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang laik dengan-nya.
Benar bahwasanya jika dilihat lahiriyah secara nama adalah sama, seperti
Mendengar, Melihat, dan seterusnya. Namun, esensi atau hakekatnya berbeda.
Nama-nama dan sifat-sifat Allah itu maklum (diketahui), bukan majhul al-ma'na
(tidak diketahui maksud/maknanya apa). Jika nama-nama dan sifat-sifat Allah
tidak diketahui maknanya apa, lalu liburlah beratus bahkan hingga beribu
potongan ayat al-Qur'an dari maksud. Dan apa faedahnya kita mengetahui adanya
nama dan sifat Allah jika maknanya tidak diketahui manusia?
Al-Khaliq
(pencipta) dan makhluk (yang dicipta) berbeda. Kita bedakan sifat-sifat yang
dimiliki al-Khaliq dan makhluk.
Jika
Anda mengatakan, 'Kalau kita katakan Allah itu 'bersifat' mendengar, maka mirip
dengan manusia. Karena manusia juga mendengar.'
Jawabannya
sudah terwujud di ayat-ayat al-Qur'an; juga di muqaddimah status ini telah
tertuang, meski tak sempurna.
Perkataan
Anda rancu, dari kesimpulan dan dari tarekat menuju kesimpulan. Justru Anda lah
yang menyerupakan sifat mendengar milik Allah dengan sifat mendengar milik
manusia, kemudian membatalkan penyerupaan yang Anda buat sendiri. Kedua amalan
tersebut [penyerupaan dan pembatalan] adalah batil.
Kemudian,
jikalau Anda mengatakan begitu, maka jika seseorang dinamakan Sami', (si
pendengar), misalnya, lantas, apa kemudian Anda kayakan ia menyerupakan
Rabb-nya? Sedangkan lafal Sami' bukanlah lafal khusus bagi Allah, seperti
Allah, dan ar-Rahmaan.
Jadi,
ketika kita menetapkan nama Allah, dan sifat-Nya yang telah ditetapkan dalam
al-Qur'an dan as-Sunnah, itu bukan berarti kita menyerupai-Nya dengan
makhluknya. Kami mengimani sesuai dengan apa yang Allah amarkan kami untuk
mengimani, bukan sesuai dengan apa yang Anda gambarkan lalu amarkan kami untuk
mengingkari.
[Sebuah
Cerita]
Sifat-sifat
yang dimiliki tiap makhluk pun kerap tidak bisa disamakan, dari segi kualitas,
maupun kuantitas. Allah Ta'ala ciptakan sifat-sifat makhluk berbeda-beda.
Penciptaan manusia berbeda dengan penciptaan kera.
Andai,
saya berkata pada Anda, "Muka Anda seperti muka kera," maka ada 3
opsi sikap untuk Anda:
[1] Imma
Anda senang,
[2] Imma
Anda tak merasa apapun,
[3] Imma
Anda tersinggung.
Jika
Anda senang, maka kemungkinan Anda merasa kemiripan muka dengan kera adalah
suatu kelebihan. Ini menunjukkan bahwa sifat muka Anda dengan muka kera
berbeda; yang ternyata muka kera lebih afdhal dari milik Anda. Sifat antar
makhluk beda, bukan?
Jika
Anda tak merasa apapun, maka kemungkinan Anda merasa ada kesamaan antara muka
Anda dengan muka kera, atau memang Anda sedang tidak sehat. Keduanya batil.
Harus ada yang lebih afdhal, disebabkan jenis, atau fungsi, atau bentuk yang
lahiriyahnya tidak sama, meski ada kemiripan.
Jika
Anda tersinggung, -dan sepertinya ini yang lebih rajih menurut nalar sehat-,
maka kemungkinan Anda merasa kemiripan muka dengan kera adalah suatu
kekurangan. Ini menunjukkan bahwa sifat muka Anda dengan muka kera berbeda;
yang sepertinya Anda merasa muka Anda lebih baik dari milik kera.
Nah,
jika antar makhluk saja berbeda sifat meskipun namanya sama: BERMUKA, maka
takkan pernah disamakan antara sifat Pencipta (yaitu Allah Ta'ala) dengan sifat
makhluk-Nya, apapun dan siapapun itu dari makhluk.
Jadi,
tidak usah menyerupakan apalagi menyamakan sifat apalagi dzat al-Khaaliq dengan
sifat apalagi dzat Makhluk!
Apa
tidak cukup dengan potongan ayat ini:
لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شَىْءٌۭ
"Tidak
ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia". [Q.S. Asy-Syuura: 11]
Jika
Anda belum tahu ayat di atas, namun telah menyerupakan, maka ada miripnya
dengan sikap Nashrani, yang menyerupakan tanpa ilmu.
Namun,
jika Anda sudah tahu muqaddimah ringkas ini, sudah mengilmui, namun tetap
menyerupakan terlebih menafikan, maka ada miripnya dengan sikap Yahudi, sudah
berilmu tapi tetap 'bandel'.
No comments:
Post a Comment