Wednesday, January 15, 2014

Menuding Penuding; Lebih Baik Sederhana Daripada Dibuat Pusing

oleh Hasan al-Jaizy

Yang perlu kita perhatikan bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang laik dengan-nya. Benar bahwasanya jika dilihat lahiriyah secara nama adalah sama, seperti Mendengar, Melihat, dan seterusnya. Namun, esensi atau hakekatnya berbeda. Nama-nama dan sifat-sifat Allah itu maklum (diketahui), bukan majhul al-ma'na (tidak diketahui maksud/maknanya apa). Jika nama-nama dan sifat-sifat Allah tidak diketahui maknanya apa, lalu liburlah beratus bahkan hingga beribu potongan ayat al-Qur'an dari maksud. Dan apa faedahnya kita mengetahui adanya nama dan sifat Allah jika maknanya tidak diketahui manusia?

Al-Khaliq (pencipta) dan makhluk (yang dicipta) berbeda. Kita bedakan sifat-sifat yang dimiliki al-Khaliq dan makhluk.

Jika Anda mengatakan, 'Kalau kita katakan Allah itu 'bersifat' mendengar, maka mirip dengan manusia. Karena manusia juga mendengar.'

Jawabannya sudah terwujud di ayat-ayat al-Qur'an; juga di muqaddimah status ini telah tertuang, meski tak sempurna.

Perkataan Anda rancu, dari kesimpulan dan dari tarekat menuju kesimpulan. Justru Anda lah yang menyerupakan sifat mendengar milik Allah dengan sifat mendengar milik manusia, kemudian membatalkan penyerupaan yang Anda buat sendiri. Kedua amalan tersebut [penyerupaan dan pembatalan] adalah batil.

Kemudian, jikalau Anda mengatakan begitu, maka jika seseorang dinamakan Sami', (si pendengar), misalnya, lantas, apa kemudian Anda kayakan ia menyerupakan Rabb-nya? Sedangkan lafal Sami' bukanlah lafal khusus bagi Allah, seperti Allah, dan ar-Rahmaan.

Jadi, ketika kita menetapkan nama Allah, dan sifat-Nya yang telah ditetapkan dalam al-Qur'an dan as-Sunnah, itu bukan berarti kita menyerupai-Nya dengan makhluknya. Kami mengimani sesuai dengan apa yang Allah amarkan kami untuk mengimani, bukan sesuai dengan apa yang Anda gambarkan lalu amarkan kami untuk mengingkari.

[Sebuah Cerita]

Sifat-sifat yang dimiliki tiap makhluk pun kerap tidak bisa disamakan, dari segi kualitas, maupun kuantitas. Allah Ta'ala ciptakan sifat-sifat makhluk berbeda-beda. Penciptaan manusia berbeda dengan penciptaan kera.


Andai, saya berkata pada Anda, "Muka Anda seperti muka kera," maka ada 3 opsi sikap untuk Anda:

[1] Imma Anda senang,
[2] Imma Anda tak merasa apapun,
[3] Imma Anda tersinggung.

Jika Anda senang, maka kemungkinan Anda merasa kemiripan muka dengan kera adalah suatu kelebihan. Ini menunjukkan bahwa sifat muka Anda dengan muka kera berbeda; yang ternyata muka kera lebih afdhal dari milik Anda. Sifat antar makhluk beda, bukan?

Jika Anda tak merasa apapun, maka kemungkinan Anda merasa ada kesamaan antara muka Anda dengan muka kera, atau memang Anda sedang tidak sehat. Keduanya batil. Harus ada yang lebih afdhal, disebabkan jenis, atau fungsi, atau bentuk yang lahiriyahnya tidak sama, meski ada kemiripan.

Jika Anda tersinggung, -dan sepertinya ini yang lebih rajih menurut nalar sehat-, maka kemungkinan Anda merasa kemiripan muka dengan kera adalah suatu kekurangan. Ini menunjukkan bahwa sifat muka Anda dengan muka kera berbeda; yang sepertinya Anda merasa muka Anda lebih baik dari milik kera.

Nah, jika antar makhluk saja berbeda sifat meskipun namanya sama: BERMUKA, maka takkan pernah disamakan antara sifat Pencipta (yaitu Allah Ta'ala) dengan sifat makhluk-Nya, apapun dan siapapun itu dari makhluk.

Jadi, tidak usah menyerupakan apalagi menyamakan sifat apalagi dzat al-Khaaliq dengan sifat apalagi dzat Makhluk!

Apa tidak cukup dengan potongan ayat ini:

لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شَىْءٌۭ

"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia". [Q.S. Asy-Syuura: 11]

Jika Anda belum tahu ayat di atas, namun telah menyerupakan, maka ada miripnya dengan sikap Nashrani, yang menyerupakan tanpa ilmu.


Namun, jika Anda sudah tahu muqaddimah ringkas ini, sudah mengilmui, namun tetap menyerupakan terlebih menafikan, maka ada miripnya dengan sikap Yahudi, sudah berilmu tapi tetap 'bandel'.

No comments:

Post a Comment